PERILAKU ORGANISASI : SIKAP DAN KEPUASAN KERJA (STUDI KASUS PADA PT. PRIMARINDO ASIA INFRASTRUKTUR Tbk)


2.1 Sikap (attitude)
            Adalah pernyataan - pernyataan evaluative baik menyenangkan atau tidak menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai objek, orang atau peristiwa. Mereka merefleksikan bagaimana perasaan kita tentang sesuatu. Saat anda mengatakan “Saya menyukai pekerjaan saya” anda mengekspesikan sikap anda tentang pekerjaan anda.
            Sikap itu kompleks jika anda menanyakan orang - orang tentang sikapnya terhadap agama, Lady Gaga atau organisasi tempat mereka bekerja, anda mungkin memperoleh sebuah respons yang sederhana tetapi alasan - alasan mendasarnya mungkin rumit. Untuk secara penuh memahami sikap kita harus mempertimbangkan karakteristik atau komponen dasarnya.

2.2 Komponen Utama dari Sikap
            Umumnya para peneliti telah mengasumsikan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu kesadaran, perasaan dan perilaku. Mari kita lihat masing - masing ketiga komponen tersebut.
·         Komponen Kognitif (Cognitif Component)
Dari sebuah sikap deskripsi atau kepercayaan tentang suatu hal.
·         Komponen Afektif (Affective Component)
Komponen kognitif membentuk tahapan yang lebih penting dari suatu sikap yaitu komponen afektif. Afek adalah segmen perasaan atau emosional dari suatu sikap dan direfleksikan dalam pernyataan “Saya marah karena digaji kecil”. Akhirnya afek dapat berujung pada hasil perilaku.
·       Komponen Perilaku (Behavioral Component)
Dari sebuah sikap yang merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Pandangan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen kesadaran, perasaan dan perilaku sangat bermanfaat dalm memahami kerumitan sikap dan hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Perlu diingat bahwa komponen - komponen ini sangat berkaitan. Secara khusus dalam banyak cara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh : bayangkan ketika anda menyimpulkan seseorang tidak adil kepada anda, kemungkinan besar anda mempunyai perasaan - perasaan akan hal itu, yang muncul pada saat bersamaan dengan pikiran tersebut. Jadi, kesadaran dan perasaan saling berkaitan.
Dalam organisasi, sikap sangatlah penting karena komponen perilakunya. Sebagai contoh, apabila para pekerja percaya bahwa pengawas, auditor, atasan dan teknisi  efisiensi berkomplot untuk membuat karyawan berkerja lebih keras untuk bayaran yang sama atau lebih sedikit, adalah masuk akal bila seseorang berusaha memahami bagaimana  sikap ini terbentuk, hubungan mereka dengan perilaku pekerjaan yang aktual dan bagaimana mereka bisa diubah.

2.3 Perilaku Selalu Mengikuti Sikap
Apakah anda pernah memperhatikan bagaimana individu mengubah apa yang mereka katakan sehingga tidak berlawanan dengan yang mereka lakukan? Barangkali seorang teman anda terus memperdebatkan bahwa kualitas mobil AS tidak sebaik mobil Jepang atau Jerman. Tetapi ayahnya memberikan mobil Ford Mustang terbaru dari AS membuat AS tidak terlihat lebih buruk lagi dalam memproduksi mobil.
Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta diantara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ini bisa dilakukan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian.
Pada akhir tahun 1950-an, Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidak konsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesuaian yang dirasakan oleh seseorang individu antara dua sikap atau lebih. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidak konsistenan apa pun tidaklah menyenangkan dan bahwa individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian dan ketidaknyamanan tersebut. Oleh karena itu, individu akan mencari keadaan yang stabil dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian.
Tentu saja, tidak ada individu yang bisa sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian. Anda tahu bahwa berbuat curang pada perhitungan pajak penghasilan adalah salah tetapi anda memalsulkan angka - angka tersebut setiap tahun dan berharap anda tidak diperiksa. Festinger menduga bahwa keinginan untuk mengurangi ketidaksesuaian akan ditentukan oleh elemen - elemen yang menciptakan ketidaksesuaian, tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang individu terhadap elemen - elemen tersebut dan penghargaan yang mungkin terlibat dalam ketidaksesuaian.
Apabila elemen - elemen yang menghasilkan ketidaksesuaian relatif tidak penting, tekanan untuk memperbaiki ketidakseimbangan akan rendah. Tingkat pengaruh yang diyakini seseorang terhadap elemen - elemen tersebut akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka bereaksi atas ketidaksesuaian tersebut. Apabila merasa ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh suatu hal atas mana mereka tidak memiliki pilihan lain, kemungkinan besar mereka kurang menerima perubahan sikap.
Sebagai contoh : apabila perilaku yang menghasilkan ketidaksesuaian dianggap sebagai hasil dari instruksi atasan, tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan jika perilaku tersebut ditampilkan secara sukarela. Meskipun ada ketidaksesuaian, hal ini masuk akal dan dapat dijelaskan. Penghargaan juga mempengaruhi tingkat sampai mana individu termotivasi untuk mengurangi ketidaksesuaian. Penghargaan tinggi yang menyertai ketidaksesuaian yang tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang melekat pada ketidaksesuaian.
Penghargaan berfungsi mengurangi ketidaksesuaian dengan cara meningkatkan sisi konsistensi dari neraca individu. Faktor - faktor ini menyatakan bahwa hanya karena individu mengalami ketidaksesuaian, mereka tidak harus bergerak langsung untuk menguranginya. Apabila persoalan yang mendasari ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan apabila penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi ketidaksesuaian, individu tersebut tidak akan mengalami ketegangan hebat untuk mngurangi ketidaksesuaian.
Apa saja implikasi organisasional dari teori ketidaksesuian kognitif? Hal ini bisa membantu memprediksi kecenderungan untuk terlibat dalam perubahan sikap dan perilaku. Selain itu, semakin besar ketidaksesuaian setelah ditinjau dari faktor kepentingan, pilihan dan penghargaan semakin besar tekanan untuk menguranginya.

2.4 Perilaku  Selalu Menngikuti Sikap
Kita telah menegaskan bahwa sikap mempengaruhi perilaku. Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku, yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Akal sehat juga menyatakan sebuah hubungan.
Pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan sedikit. Penelitian baru - baru ini menunjukan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel - variabel pengait.
·         Variabel-variabel Pengait
Dalam variabel pengait hubungan sikap perilaku yang paling kuat adalah pentingnya sikap, kekhususannya, aksebilitasnya, apakah ada tekanan - tekanan sosial dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai - nilai fundamental, minat diri atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap - sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukan tujuan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut dan semakin khusus perilaku tersebut, semakin kuat hubungan keduanya.
Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Menariknya, anda cenderung lebih mengingat sikap yang sering diungkapkan. Jadi, semakin sering Anda berbicara tentang sikap Anda mengenai suatu persoalan, semakin besar kemungkinan Anda untuk mengingatnya dan semakin besar kemungkinan sikap ini membentuk perilaku anda. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku kemungkinan besar muncul ketika tekanan sosial untuk berprilaku dalam cara - cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa.
Akhirnya, hubungan sikap perilaku mungkin sekali menjadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu dengan mana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung. Menanyai mahasiswa perguruan tinggi yang tidak mempunyai pengalaman kerja tentang bagaimana mereka akan merespons bila bekerja untuk seseorang yang otoriter kemungkinan besar bisa memprediksi perilaku yang sebenarnya bila dibandingkan mengajukan pertanyaan yang sama kepada karyawan yang benar - benar bekerja untuk individu yang otoriter.
·         Teori Persepsi Diri
Meskipun sebagian besar penelitian sikap perilaku memberikan  hasil positif, para peneliti telah mencapai korelasi yang masih lebih tinggi dengan menuju kearah lain, memperhatikan apakah perilaku mempengaruhi sikap. Pandangan ini yang disebut Teori persepsi diri (self-perception theory), telah menghasilkan beberapa penemuan yang membesarkan hati. Jadi, apabila seorang karyawan ditanyai perasaannya tentang menjadi seorang ahli pelatihan di Marriott, kemungkinan besar ia akan berfikir, “Saya mempunyai pekerjaaan yang sama dengan Marriott sebagai seorang pelatih selama 10 tahun. Tak ada seorang pun yang memaksa saya untuk melakukan pekerjaan ini. Jadi, saya pasti menyukainya!”.
            Teori persepsi diri membuktinya bahwa sikap digunakan  setelah melakukan sesuatu, untuk memahami suatu tindakan yang telah terjadi dari pada sebagai alat yang mendahului dan memandu tindakan. Berlawanan dengan teori ketidaksesuaian kognitif, sikap hanyalah pernyataan verbal yang sederhana. Ketika individu ditanyai tentang sikap mereka dan mereka tidak mempunyai pendirian, teori persepsi diri mengatakan bahwa mereka cenderung membuat jawaban yang masuk akal.
            Ini sangat benar ketika sikap  yang ada tidak jelas dan ambigu. Ketika anda mempunyai sedikit pengalaman terkait persoalan sikap, kemungkinan besar anda akan menyimpulkan sikap anda dari perilaku anda. Namun, ketika sikap anda telah terbentuk untuuk sementara waktu dan didefisinisikan dengan baik, sikap tersebut kemungkinkan besar akan menuntun perilaku anda.

2.5 Sikap Kerja yang Utama
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap tetapi perilaku organisasi (PO) memfokuskan perhatian pada jumlah yang sangat terbatas mengenai sikap yang berkaitan dengan kerja. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki karyawan tentang aspek - aspek lingkungan kerja mereka. Sebagian besar penelitian PO berhubungan dengan tiga sikap : kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasional serta dekungan organisasional yang dirasa dan keterlibatan karyawan.
·         Kepuasan Kerja (Job Sactisfaction)
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan - perasaan yang negatif tentang  pekerjaan tersebut. Ketika individu membicarakan sikap karyawan yang sering dimaksudkan adalah kepuasan kerja.
·         Keterlibatan Pekerjaan (Job Involvement)
Keterlibatan pekerjaan adalah tingkat mengukur sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar - benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.
Konsep pemberian wewenang psikologis (psychological empowerment) yaitu keyakinan karyawan terhadap sejauh apa mereka memiliki lingkungan kerja, kompetisi, makna pekerjaan dan otonomi dalam pekerjaan, juga sangat berkaitan dengan sikap kerja. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar - benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Selain itu, telah diketahui bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran diri yang lebih rendah.
·         Komitmen Organisasional (Organizational Commitment)
Komitmen organisasional adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah :
·         Komitmen afektif (Affective Commitment)
Perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai - nilainya. Sebagai contoh : seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan - hewan.
·         Komitmen berkelanjutan (Continuance Commitment)
Nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomitmen  kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarga.
·         Komitmen normatif (Normative Commitment)
Kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan - alasan moral atau etis. Sebagai contoh : seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan seseorang pemberi kerja karena ia merasa meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit bila ia pergi.
Tampaknya, ada suatu hubungan positif antara komitmen organisasional dan produktivitas kerja tetapi hubungan tersebut sangat sederhana. Seperti halnya keterlibatan perkerjaan, bukti penelitian menunjukan hubungan negatif antara komitmen organisasional dengan ketidakhadiran maupun perputaran karyawan. Pada umumnya, tampak bahwa komitmen afektif memiliki hubungan yang lebih erat dengan hasil - hasil organisasional seperti kinerja dan  perputaran karyawan bila dibandingkan dengan dua dimensi komitmen lain.
Hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat. Dibandingkan kesetiaan (komitmen afektif) atau kewajiban (komitmen normatif) untuk seseorang pemberi kerja, sebuah komitmen berkelanjutan mendeskripsikan seoang karyawan yang terikat dengan seoarang pemberi kerja hanya  karena tidak ada hal lain yang lebih baik.
Komitmen organisasional sebagai sikap yang berkaitan dengan pekerjaan bila dibandingkan dengan sebelumnya mungkin tidak begitu penting. Di tempat tersebut, kita mungkin mengharapkan sesuatu yang sama dengan komitmen pekerjaan untuk menjadi baik. Keterlibatan mungkin cukup sebuah variabel yang lebih relevan karena hal ini mencerminkan angkatan kerja yang berubah - ubah dengan lebih baik pada zaman sekarang.
·         Sikap Kerja Lain
Dukungan organisasi yang dirasakan (perceived organizational support-POS) adalah tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Penelitian menujukan bahwa individu merasa organisasi mereka bersifat suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan  dan pengawas mereka dianggap suportif.
Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan (employee engagement) yaitu keterlibatan, kepuasan dan antusiasnisme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Sebuah penelitian terbaru mengenai hampir 8000 unit bisnis di 36 perusahaan menemukan bahwa unit bisnis yang tingkat keterlibatan karyawan rata - rata tinggi mempunyai tingkat pelanggan yang lebih tinggi, lebih produktif, mempunyai keuntungan yang lebih tinggi serta tingkat perputaran karyawan dan kecelakaaan yang lebih rendah.
Karena konsep ini begitu baru, kita tidak tahun bagaimana keterlibatan berhubungan dengan konsep - konsep lain seperti kepuasan kerja, komitmen organisasional, keterlibatan pekerjaan atau motivasi instrinsik untuk melakukan pekerjaan seseorang dengan baik. Keterlibatan mungkin cukup luas sehingga hal ini mendapatkan titik pertemuan dari variabel - variabel ini. Dengan kata lain, keterlibatan mungkin merupakan sesuatu yang sama - sama dimiliki oleh sikap ini.
·         Apakah Sikap Kerja ini Benar-benar Berpengaruh Besar?
Anda mungkin bertanya-tanya apakah sikap kerja ini benar - benar berpengaruh besar. Bagaimanapun, apabila individu merasa terlibat dalam pekerjaan mereka tidakkah mungkin   bahwa mereka menyukainya? demikian pula tidakkah individu yang berfikir bahwa organisasi mereka suportif juga merasa berkomitmen terhadapnya? Sebagai contoh, korelasi antara dukungan organiosasional yang dirasa dan berkomitmen afektif yang sangat kuat. Masalahnya adalah korelasi yang kuat berarti bahwa variabel-variabel tersebut mungkin berlebihan, kelebihan seperti ini begitu menyusahkan.
Meskipun para peneliti PO gemar mengajukan sikap baru seringkali kami kurang baik dalam memperlihatkan bagaimana setiap sikap berbeda dengan sikap lain. Terdapat beberapa ukuran perbedaan antara sikap ini, yang tidak sama persis tetapi saling melengkapi. Saling melengkapi ini bisa ada karena berbagai alasan termasuk kepribadian karyawan.
Beberapa individu dipengaruhi untuk menjadi positif atau negatif dalam hampir segala hal. Apabila seseorang memberi tahu Anda, ia mencintai perusahaannya, belum tentu ia bersikap positif tentang segala hal dalam kehidupannya. Atau kelebihan tersebut mungkin berati bahwa beberapa organisasi merupakan tempat kerja yang lebih baik dibandingkan yang lain. Ini mungkin berarti bahwa apabila anda sebagai manajer mengetahui tingkat kepuasan kerja seseorang, anda mengetahui sebagian besar apa yang perlu anda ketahui tentang bagaimana orang tersebut melihat organisasi.

2.6 Sikap Karyawan Dapat Diukur
Seperti yang kita ketahui, pengetahuan sikap karyawan bisa bermanfaat bagi manajer dalam usaha untuk memprediksi perilaku karyawan. Tetapi bagaimana manajemen mendapatkan informasi tentang sikap karyawan?. Metode yang paling populer adalah melalui penggunaan survei sikap (attitude surveys). Survei sikap yang umum memberi karyawan serangkaian pernyataan atau pernyataan dengan skala penilian yang menunjukan tingkat kecocokan.
Nilai sikap individual diperoleh dengan cara menjumlahkan respon terhadap soal-soal kuisioner. Nilai - nilai ini kemudian bisa dirata - rata untuk kelompok kerja, tim, departemen atau organisasi secara keseluruhan. Hasil survei sering kali mengejutkan manajemen. Karyawan ditanyai apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan - pernyataan berikut :
1) Apakah ditempat kerja opini anda berarti
2) Anda sekalian yang ingin menjadi seorang pemimpin di perusahaan ini mempunyai peluang untuk menjadi seorang pemimpin
3) Dalam 6 bulan terakhir, seseorang berbicara kepada anda tentang perkembangan pribadi anda.
Dalam survei tersebut 43 persen tidak setuju dengan pernyataan yang pertama, 48 persen dengan pernyataan yang kedua dan 62 persen pernyataan yang ketiga. Manajemen sangat terkejut. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Divisi tersebut telah mengadakan pertemuan ditempat kerja untuk meninjau jumlah tersebut setiap minggu selama 12 tahun lebih. Manajemen merespon dengan menciptakan sebuah komite yang terdiri atas perwakilan dari setiap departemen. Komite tersebut dengan segera menemukan bahwa ada banyak hal kecil yang dilakukan oleh divisi tersebut yang mengasingkan karyawan. Dari komite ini, ada banyak saran setelah di implementasikan, memperbaiki persepsi karyawan secara signifikan tentang pengaruh pembuatan keputusan dan peluang karir dalam devisi tersebut.
Pengunaan surve sikap secara teratur memberi menejer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktik yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap negatif tentang pekerjaan dan organisasi adalah penting bagi manajemen untuk mengetahuinya.

2.7 Arti Penting dari Sikap terhadap Keberagaman di Tempat Kerja
Para manajer semakin khawatir dengan sikap karyawan yang berubah untuk mencerminkan perspektif yang berubah mengenai ras, gender dan persoalan perbedaan lainnya. Seperti halnya, organisasi mulai melakukan investasi dalam pelatihan untuk membantu membentuk kembali sikap para karyawan. Mayoritas pemberi kerja AS dan banyak pemberi kerja berukuran medium dan kecil mendukung semacam pelatihan perbedaan. Beberapa contoh para petugas polisi dicalifornia memperoleh pelatihan mengenai keragaman selama 2 hari dengan pelatihan yang berlangsung selama tujuh sampai sembilan jam setiap harinya.
Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri, individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotif etnis dan kultural yang mungkin mereka miliki. Kemudian, para partisipan biasanya ambil bagian dalam diskusi kelompok atau panel - panel dengan wakil berbagai kelompok.

Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sekarela dipusat - pusat layanan sosial atau masyarakat guna bertemu secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar belakang yang berbeda serta mengunakan latihan yang membiarkan para partisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda itu. Sebagai contoh, ketika individu berpatisipasi dalam latihan blue eyes-brown eyes (mata biru-mata coklat), dimana individu dipisahkan dan dipandang sebagai stereotip menurut warna mata mereka, para partisipan mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana meraka tidak mengetahui kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap individu yang berbeda dari para partisipan.

3.1 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerajaan dan segala sesauatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Kepuasan kerja menggambarkan perasaan seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja atau atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi serta memenuhi standar kerja. Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang menyenangkan dan juga tidak menyenangkan serta berhubungan juga dengan harapan di masa mendatang.
Kepuasan kerja dari masing - masing individu berlainan, karena memang pada dasarnya kepuasan kerja bersifat individual dimana masing-masing individu akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang berlainan sesuai dengan perasaan individu masing-masing.
§  Kepuasaan adalah respon emosional dari situasi kerja.
§  Kepuasan kerja adalah seberapa hasil yang didapatkan atau apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan.
§  Kepuasan kerja menggambarkan pula perilaku seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.

3.2 Mengukur Kepuasan Kerja
Sebelumnya, kita telah mendefenisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karaktristiknya. Defenisi ini benar - benar merupakan sebuah defenisi yang sangat luas. Ingat, pekerjaan seseorang lebih dari sekedar aktivitas mengatur kertas, menulis kode program, menunggu pelanggan atau mengendarai sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar kinerja, menerima kondisi kerja yang acap kali tidak ideal.
Untuk mengukur kepuasan kerja ada dua pendekatan yang paling luas yaitu penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan. Metode penilaian tunggal secara umum sekedar meminta individu untuk merespon satu pertanyaan. Sementara pendekatan yang lain, penyajian akhir aspek pekerjaan lebih rumit. Pendekatan ini mengidentifikasi elemen - elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen.
Faktor - faktor khusus yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawas, bayaran saat ini, peluang promosi dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Faktor - faktor ini dinilai berdasarkan skala standar dan kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan.

3.3 Seberapa Puas Individu dengan Pekerjaan Mereka
Berbagai studi indenpenden, yang diadakan diantara para pekerja As selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasenya lebar, lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak puas.
Selain itu hasil - hasil ini berlaku untuk negara - negara maju lainnya. Penelitian menunjukan bahwa kepuasan mengalami banyak perubahan, tergantung pada segi kepuasan kerja yang anda bicarakan.

3.4 Penyebabkan Kepuasan kerja
Pikirkan pekerjaan paling baik yang pernah Anda miliki. Apa yang membuatnya demikian? Kemungkinannya adalah anda menyukai pekerjaan yang anda kerjakan. Pada kenyatannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja) menikmati kerja itu sendiri hampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan palatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Anda mungkin mengetahui bahwa bayaran acap kali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja. Mari kita selidiki topik ini secara lebih mendalam. Bayaran dan kepuasan kerja memiliki suatu hubungan yang menarik. Untuk individu yang miskin (misalnya, hidup dibawah garis kemiskinan) atau yang hidup di negara - negara miskin, upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. 

3.5 Pengaruh dari Karyawan yang Tidak Puas dan Puas di Tempat Kerja
Ada konsekuensi ketika karyawaan menyukai pekerjaan mereka dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoretis kerangka keluar pengaruh kesetiaan pengabaian saangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan. Ada empat respons kerangka yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/ destruktif dan aktif/ pasif. Respons - respons tersebut didefinisikan seperti berikut :
§  Keluar (exit) : Perilaku yang dtujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
§  Aspirasi (voice) : Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaikan kondisi, termasuk menyarakan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
§  Kesetiaan (loyalty) : Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, teramasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”.
§  Pengabaian (neglect) : Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Kerangka teoristis ini sangat bermanfaat dalam mempresentasikan konsekuensi yang mungkin dari ketidakpuasan kerja. Selanjutnya kita akan membahas hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja.
§  Kepuasan Kerja dan Kinerja
Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kearah hubungan sebab akibat tersebut. Ketika seseorang pindah dari tingkat individual ke tingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan - kinerja.
Ketika data produktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpukan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
§  Kepuasan Kerja dan OCB
Tampaknya adalah logis untuk menganggap bahwa kepuasan kerja seharusnya menjadi faktor penentu utama dari perilaku karyawan organisasional (organizational citizenship behavior-OCB) seorang karyawan. Karyawan yang puas nampaknya cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka.
Selain itu, karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan mereka karena mereka ingin merespon pengalaman positif karyawan, mengakui bahwa kepuasan karyawan bisa memberi kontribusi terhadap tujuan mereka untuk memiliki pelanggan yang bahagia.
§  Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran
Kita menemukan suatu hubungan negatif yang konsisten antara kepuasan dan ketidakhadiran, tetapi korelasi tersebut berkisar antara sedang sampai lemah. Sementara masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan, faktor - faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefiesien korelasi.
§  Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan
Kepuasan juga berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan, tetapi korelasi tersebut lebih kuat dari pada apa yang kita ketahui untuk kehadiran. Namun sekali lagi, faktor - faktor lain seperti kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif dan lamanya masa jabatan dengan organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan yang aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini.
Bukti menunjukan bahwa pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan. Khusunya, tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini, baik dengan cara kenaikan gaji, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat dan lain - lain. Hal yang sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka.
§  Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja
Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku khusus, termasuk upaya pembentukan serikat kerja, penyalagunaan hakikat, pencurian ditempat kerja, pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Para  peneliti berpendapat bahwa perilaku ini adalah indikator sebuah sindrom yang lebih luas yang kita sebut perilaku menyimpang ditempat kerja.
Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana mereka merespon. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya ketidakpuasannya dari pada berusaha mengendalikan respon - respon yang berbeda.
Kesimpulan
Sikap  adalah  pernyataan evaluatif yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu untuk benar - benar memahami sikap kita harus mempertimbangkan karakteristik mental mereka. Dalam materi bab ini kita akan menjawab enam pertanyaan mengenai sikap yang akan membantu anda memahami sikap dengan lebih baik.
Kepuasan  adalah  suatu respon yang menggambarkan perasaan dari individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah kombinasi dari kepuasan kognitif dan efektif individu dalam perusahaan. Kepuasan afektif didapatkan dari seluruh penilaian emosional yang positif dari pekerjaan  karyawan. Kepuasan afektif ini difokuskan pada suasana hati mereka saat bekerja. Perasaan positif atau suasana hati yang positif mengindikasikan kepuasan kerja. Sedangkan kepuasan kerja kognitif adalah kepuasan yang didapatkan dari penilaian logis dan rasional terhadap kondisi peluang.
Faktor - faktor diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor - faktor tersebut mempengaruhi kepuasan kerja yang memiliki peran yang penting bagi perusahaan dalam memilih dan menempatkan karyawan dalam pekerjaannya dan sebagai partner usahanya agar tidak terjadi hal - hal yang tidak diinginkan atau sepantasnya dilakukan. Cara Menghindari Ketidakpuasan Kerja. Kepuasan Kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, jika faktor pemuas ini tidak diperoleh oleh karyawan maka akan muncul ketidakpuasan yang dapat memunculkan perilaku  negatif pada karyawan.

STUDY KASUS
PT. Primarindo Asia Infrastuktur Tbk sebagai perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang berupa sepatu menggunakan tenaga kerja untuk bagian produksi yang cukup banyak. Untuk memenuhi target produksinya PT. Primarindo Asia Infrastruktur TBK mengharapkan para karyawan berkerja secara optimal. Hal itu ditunjukan dengan diberlakukannya gaji lembur untuk semua karyawan guna pencapaian target perusahan yang semakin meningkat. Namun pemberdayaan ini kurang diimbangi dengan penghargaan yang seimbang pada karyawan.
Kurangnya penghargaan yang didapatkan karyawan dari atasan, tergambar pada karyawan, yang sekalipun mampu menyelesaikan pekerjaannya melebihi target dalam jangka waktu yang telah ditentukan, mereka tidak mendapatkan penghargaan dari atasannya. Sebaliknya, apabila karyawan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka karyawan tersebut mendapat teguran yang kurang tepat dari atasannya. Akibatnya, dalam melakukan pekerjaannya, karyawan tidak melakukannya dengan sunguh. Hal ini terwujud dari tidak tercapainya target yang ditentukan perusahan, serta banyaknya karyawan yang mencuri - curi kesempatan untuk ngobrol di dalam bekerja di saat atasan tidak di tempat. Perilaku lainnya, karyawan sering menunda - nunda menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Perilaku yang kurang produktif tersebut di atas, pada dasarnya terjadi karena karyawan kurang mendapat penghargaan dan pengakuan atas hasil kerja karyawan.
Berkaitan dengan promosi jabatan, karyawan yang dipromosikan hanyalah mereka yang dekat dengan atasan tanpa mempertimbangkan prestasi kerja karyawan. Akibatnya, untuk mendapatkan promosi jabatan, karyawan merasa tidak perlu bekerja sungguh - sungguh karena pihak perusahaan tidak menjadikan prestasi kerja sebagai dasar promosi karyawan.
PT. Primarindo Asia Insfrastruktur Tbk akhir - akhir ini menghadapi masalah karena harapan perusahaan tidak sesuai dengan kenyataan. Hasil yang diperoleh perusahaan masih di bawah target yang telah direncanakan perusahaan. Dengan kata lain, produksi perusahan tidak meningkat bahkan ada kecenderungan menurun. Faktor penyebab penurunan produktivitas, terutama bila ditinjau dari segi karyawan bagaian produksi, dapat diidentifikasi menjadi faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal adalah alat - alat produksi, lingkungan kerja, rekan kerja, dan sistem pola pengaturan waktu kerja. Faktor Internal adalah suasana hati, motivasi, kebutuhan, dan sikap kerja. Kecenderungan penurunan produktivitas perusahaan salah satunya diakibatkan oleh perilaku kerja para pekerjanya yang kurang disiplin, yang ditunjukan oleh perilaku karyawan yang sering bolos, tertidur saat jam kerja sedang aktif, atau pulang lebih awal dari jam kerja.
Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : Terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja karyawan dengan disiplin kerja karyawan pada bagian shawing di PT Primarindo Asia Infrastucture Tbk Bandung. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan, maka semakin baik disiplin kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja karyawan, maka semakin buruk disiplin kerja karyawan.
Secara umum dalam kehidupan sehari - hari banyak asumsi yang mengatakan bahwa semakin rendah kepuasam yang dimiliki seseorang maka semakin lemah rasa disiplin yang dirasakannya. Asumsi ini terjadi didalam penelitian PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk Bandung,  ini terbukti dengan adanya korelasi atau hubungan antara kepuasan kerja dan disiplin kerja yang dirasakan para karyawan di dalam bekerja. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
§  Ada hubungan positif antara kepuasan kerja karyawan dengan disiplin kerja karyawan operator shawing computer bagian produksi pada PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk Bandung.
§  Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh kebutuhan, seberapa jauh kebutuhan tersebut telah terpenuhi atau belum terpenuhi 

     Referensi
       Stephen p. Robhins-timothy a Judge. Organisasi keperilakuan. Salemba empat. Edisi 12.


Komentar